Music

Rabu, 10 Juni 2015

HEBOH BERAS PLASTIK



(Tinjauan dari perlindungan hak asasi rakyat)

Beras plastik diam-diam beredar di pasar tradisional. Informasi mengenai beras sintetis mencuat setelah salah seorang penjual bubur di Bekasi, Dewi Septiani, mengaku membeli beras bersintetis. Dewi mengaku membeli enam liter beras yang diduga bercampur dengan beras plastik. Beras tersebut dia beli di salah satu toko langganannya.

Dewi memang biasa membeli beras dengan jenis yang sama di toko tersebut seharga Rp 8.000 per liter. Keanehan dari beras tersebut dia rasakan setelah mengolahnya menjadi bubur.

Hasil uji laboratorium yang dilakukan Sucofindo membuktikan kebenaran beras plastik, namun hal ini berbeda dengan Penelitian Puslabfor Mabes Polri yang menyebut tidak ada bahan plastik pada sampel beras yang sebelumnya disebut - sebut mengandung beras sintetis. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memastikan, keberadaan beras yang diduga mengandung plastik tidak terbukti kebenarannya. Kepastian tersebut didapatkan setelah uji laboratorium terhadap sampel beras yang diduga mengandung plastik tersebut.

"
Kami simpulkan bahwa beras yang diduga plastik itu tidak ada," ujar Badrodin usai melakukan rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (26/5/2015).

Kesimpulan tersebut didapat setelah pihak kepolisian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Perdagangan melakukan uji laboratorium terhadap beras sampel yang saat diuji laboratorium oleh PT Sucofindo terindikasi mengandung beras plastik.

"Kami periksa di laboratorium Forensik Mabes Polri, BPOM, dan Kementerian Perdagangan, hasilnya
negatif. Tidak ada unsur plastik dari hasil lab itu. Tapi kami belum yakin, kemungkinan salah pengambilan sampel. Saya dan Kemendag tanyakan proses pemeriksaan, minta sampel yang tersisa (kepada PT Sucofindo). Kami periksakan lagi dan hasilnya negatif," ucap dia.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, Badrodin meminta agar masyarakat tidak
resah dan tetap melaporkan kepada pihak berwajib bila menemukan sesuatu yang mencurigakan, khususnya bila ada temuan beras yang diduga mengandung plastik tersebut.

"Kesimpulan bahwa beras yang diduga plastik itu tdak ada. Karena itu saya imbau masyarakat agar tidak resah. Namun silakan kalau ada yang dicurigai, lapor ke petugas setempat untuk dimintai pengecekan. Ini perlu disampaikan rekan-rekan, semoga ini bisa beri penjelasan pada masyarakat, supaya lebih tenang," kata dia.

Temuan beras itu bermula dari laporan warga di Bekasi, Jawa Barat, dan informasi melalui media sosial. Jajaran Polsek Bantargebang langsung menelusuri kasus itu dengan melakukan sidak ke Pasar Mutiara Gading, Mustikajaya, Kota Bekasi untuk mengmbil sampel beberapa karung beras untuk dijadikan bahan uji laboratorium.

Berdasarkan hasil uji laboratorium yang diumumkan PT Sucofindo, beras tersebut mengandung 3 bahan kimia berbahaya.

"Kami melakukan uji laboratorium dengan alat yang sensitif dan profesional. Beras ini dibedakan sampel 1 dan 2, secara fisik hampir sama. Hasilnya ada suspect, kandungan yang biasa digunakan untuk membuat bahan plastik," ujar Kepala Bagian Pengujian Laboratorium Sucofindo, Adisam ZN, beberapa waktu lalu.

Adisam mengaku ada senyawa plasticizer penyusun plastik yang ditemukan dalam beras tersebut. Antara lain Benzyl butyl phthalate (BBP), Bis(2-ethylhexyl) phthalate atau DEHP, dan diisononyl phthalate (DIN).

"Senyawa plasticizer ini biasa digunakan untuk melenturkan kabel atau pipa plastik," ujar dia.


Hal ini akhirnya berbuntut dengan dipolisikannya Dewi Septiani, pelapor beras plastik.
Dewi Septiani tidak menyangka langkahnya membeberkan soal temuan beras yang diduga berbahan plastik di Bekasi membuat geger media sosial dan segenap kalangan. Pedagang bubur dan nasi uduk ini beralasan hanya ingin para pembeli dagangannya tidak sakit setelah mengkonsumsi beras plastik itu.

"Saya mohon maaf sebesar - besarnya kalau yang saya temukan jadi diberitakan seperti ini," kata Dewi usai diskusi "Kejahatan Beras Sintetis" di DoubleTree by Hilton Hotel, Cikini, Jakarta, Sabtu (23/5/2015).

Dewi memahami sikapnya melaporkan temuan ini memberikan dampak terhadap sejumlah penjual beras yang berpotensi omsetnya menurun. Namun, ia punya beberapa alasan karena memberikan informasi ke media sosial setelah menemukan kejanggalan saat memasak beras sintetis.

Sebagai seorang ibu, Dewi bertanggung jawab agar anak dan keluarganya tidak mendapatkan risiko jika memakan beras tersebut. "Saya seorang ibu. Saya punya keluarga. Adik saya sudah mencoba, dan dia merasa mules setelah mengkonsumsi itu," ujar perempuan berkerudung itu.

Sebagai penjual bubur ayam dan nasi uduk, menurut Dewi, dirinya sangat tergantung dalam penggunaan beras. "Saya ini juga penjual usaha. Saya tidak bisa membiarkan. Bagaimana nanti pembeli saya kalau mereka tetap konsumsi? Mereka banyak anak sekolah," ujarnya.

Dewi berniat melanjutkan usaha dagangnya jika persoalan beras plastik ini sudah selesai. "Nanti kalau semua ini sudah selesai, mungkin saya akan berjualan lagi," tuturnya.
Isu adanya peredaran beras plastik di Indonesia tentu meresahkan konsumen dan pedagang. Apalagi mengingat mayoritas penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok sehari-hari. Masalahnya, beras plastik ini secara fisik sekilas tak jauh berbeda dengan beras-beras asli di Indonesia. 

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan motif penyebaran beras plastik kemungkinan bukan didasari motif ekonomi. “Kelihatannya bukan motif ekonomi. Kalau jual beras model begitu biayanya gede juga, motifnya apa? Motifnya mengacaukan pangan saja,” kata dia di Bandung, Senin, 25 Mei 2015.

Aher, sapaan Ahmad Heryawan, berharap masalah beras plastik bisa secepatnya tuntas. “Supaya saat Ramadan aman, tidak ada masalah lagi,” kata dia. “Mudah - mudahan gerak cepat. Kejadiannya juga skalanya kecil banget, enggak banyak. Karena motifnya mungkin mengacaukan suasana saja, bukan bisnis,” ujarnya.

Aher menjelaskan beras plastik ini tidak dijual dalam skala besar karena dugaan motif tersebut. “Kalau motifnya bisnis bakal dijual di mana-mana dalam skala besar,” katanya.

Hingga saat ini, ujar Aher, di wilayahnya beras plastik hanya ditemukan di Kota Bekasi. “Polisi sudah bergerak. Ini masalah pangan, masalah sensitif, menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga segera ditangani,” kata dia. “Kami apresiasi penanganannya.”

Menurut dia, pemerintah daerah sudah melakukan langkah pengawasan untuk mengantisipasi penyebaran beras plastik. Aher mengaku sempat khawatir isu ini merebak menjelang Ramadan, yakni saat konsumsi meningkat. Kendati demikian, dia meminta masyarakat agar tidak khawatir. “Jawa Barat secara umum aman. Kejadiannya baru terdeteksi di Bekasi,” kata dia.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Ferry Sofwan Arief mengatakan baru 12 daerah di Jawa Barat yang menuntaskan pemantauan dan pemeriksaan fisik beras yang beredar di pasar tradisional. “Yang positif hanya Kota Bekasi,” kata dia di Bandung, Senin, 25 Mei 2015.

Dua belas daerah itu adalah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya, Kota Cirebon, Kota Sukabumi, Subang, Karawang, Sumedang, Majalengka, serta Kabupaten Tasikmalaya. Tim gabungan pemerintah daerah setempat dan provinsi sudah mengambil contoh beras yang beredar.

“Selebihnya sudah dilakukan pemantauan fisik dan pengambilan beras di lapangan, masih menunggu hasil laboratorium,” kata dia.

Ferry mengatakan Kementerian Perdagangan juga sudah meminta agar melakukan pemantauan. “Tim Kementerian juga sudah melakukan pengambilan sampel di beberapa daerah dan juga masih menunggu hasil laboratorium,” kata dia.

Ferry berujar pemeriksaan fisik dan pemantauan di lapangan itu untuk melokalisir kemungkinan penyebaran beras plastik sekaligus meredam isunya agar tidak meresahkan masyarakat. “Pantauan ini bagian untuk melokalisasi agar jangan sampai isu ini menyebar ke mana-mana, malah meresahkan,” kata dia.

Oleh karena itu, nampaknya masyarakat harus ekstra waspada dan hati-hati dalam memilih beras untuk dikonsumsi. Pasalnya, beras palsu buatan China sudah mulai beredar di pasaran. Keterangan dari media Singapura, China sedang memproduksi beras palsu. Beras palsu ini sedang didistribusikan di kota China Taiyuan, di Provinsi Shaanxi. Bahkan diindikasikan beras-beras tersebut juga diekspor.

Menurut Tjahjo, peredaran beras plastik sudah termasuk katagori perbuatan makar kepada negara. Ini karena sama saja merusak masyarakat dengan mengonsumsi beras plastik yang berbahaya. Niatnya tidak sekadar cari untung semata pasti ada agenda terselubung menghancurkan bangsa dan menjatuhkan pemerintah sah yang melindungi masyarakat.

Jika di tinjau dari perlindungan hak asasi rakyat, beras plastik dapat merugikan kesehatan masyarakat. Untuk menghentikan peredaran barang yang tidak layak dikonsumsi itu, wakil rakyat, pemerintah daerah, dan Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bereaksi melakukan berbagai langkah pencegahan dan perlindungan kepada masyarakat. Pemerintah daerah setempat bersama aparat kepolisian melakukan tindakan pencegahan beredarnya beras plastik di wilayah ini. Tindakan pencegahan, seperti melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar - pasar dan gudang milik agen beras serta menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam jaringan peredaran barang yang merugikan konsumen itu. Segera menurunkan tim untuk menyelidiki apakah beras plastik sudah masuk pasar di daerah ini atau belum, kemudian melakukan berbagai langkah pencegahan. Tim yang beranggotakan dari petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk memantau dan menyelidiki peredaran beras yang ada di pasar-pasar tradisional dan gudang beras milik pedagang. Jika tim menemukan beras plastik di pasar dan gudang milik pedagang, kata dia, akan dilakukan tindakan pengamanan agar tidak beredar dan dikonsumsi masyarakat serta pedagangnya akan diproses sesuai dengan hukum dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.


SANKSI FIFA TERHADAP PSSI


(Tinjauan dari sisi hak pemain dan penonton sepak bola)
 
Masih teringat dibenak soal konflik dualisme kepemimpinan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dengan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang dihantui sanksi FIFA. Namun, konflik PSSI dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kini Indonesia benar-benar diganjar kartu merah oleh federasi sepakbola tertinggi dunia itu.
Melalui sepucuk surat yang ditandatangani Sekjen FIFA, Jerome Valcke pada Sabtu 30 Mei 2015 dan diterima Sekjen PSSI, Azwan Karim. Indonesia resmi mendapat sanksi sampai Pemerintah Indonesia (Kemenpora) mengembalikan hak PSSI sebagai pengurus sepakbola di tanah air.

Peringatan - peringatan yang dikeluarkan FIFA kepada PSSI tentu bukan hanya satu kali. Pernyataan FIFA meminta dengan tegas Kemenpora untuk tidak mencampuri urusan PSSI tidak mendapat respons positif. Sebanyak tiga kali sudah FIFA meluncurkan surat yang mengarah kepada PSSI, hingga terakhir pada tanggal 29 Mei menjadi deadline bagi Indonesia yang bertepatan dengan Kongres FIFA di Zurich, Swiss.

Di tengah ancaman FIFA, Kemenpora lantas membentuk Supervisi Tim Transisi dimana tugasnya untuk mengambil alih fungsi tugas daripada PSSI. Tapi lantaran banyaknya kecaman dari pihak PSSI kini Tim Transisi masih belum bisa bergerak karena harus melewati sidang putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 8 Mei 2015.

Maka ditarik kesimpulan, sanksi terhadap Indonesia akan berdampak kerugian besar. Sang Garuda yang dibanggakan sementara tak mampu mengepakkan sayapnya sampai keputusan Komite Eksekutif (Exco) FIFA dikeluarkan.

Kementerian Pemuda dan olah raga akan mengeluarkan surat pembekuan pengurus PSSI lama serta membentuk pengurus sementara yang akan menggelar kongres untuk memilih pengurus PSSI yang baru. Hal ini ditegaskan Menpora menindaklanjuti keputusan FIFA yang menjatuhkan sanksi kepada Indonesia untuk berkiprah di ajang internasional.

"Pengurus sementara PSSI ini nanti bertugas menyelenggarakan Kongres PSSI dan sekaligus menyiapkan turnamen dan kompetisi di Indonesia dengan sistem yang transaparan dan bersih," kata staf khusus Menpora, Zainul Munasichin kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (31/05) pagi.

Pernyataan Kemenpora ini menanggapi pernyataan FIFA yang menyebutkan, mereka akan mencabut sanksi dan memulihkan keanggotaan apabila Indonesia memenuhi sejumlah syarat, yaitu diantaranya PSSI kembali diberi wewenang untuk mengelola urusannya secara independen. Lebih lanjut Menpora, menurut Zainul, sanksi administrasi FIFA tersebut "akan dijadikan momentum untuk perbaikan tata kelola sepak bola Indonesia yang bersih dan berprestasi."

Kemenpora menganggap sanksi FIFA yang melarang timnas sepak bola Indonesia berlaga di ajang internasional, bukan persoalan yang harus ditakuti. Ditanya tentang sanksi FIFA berupa larangan timnas Indonesia berlaga di ajang internasional, Kemenpora menganggapnya bukan persoalan yang harus ditakuti. 

"Jika memang itu konsekuensi logis dari penataan tata kelola kita di internal, ya itu resiko resiko yang harus kita ambil."

Namun demikian, pihaknya yakin dengan adanya perbaikan sepak bola nasional, timnas Indonesia pada waktunya dapat berkiprah lebih baik. Kemenpora juga akan tetap melakukan komunikasi dengan FIFA.

FIFA: PSSI harus diberi wewenang

Melalui Rapat Komite Eksekutif FIFA di Zurich, Swiss, Sabtu (30/05), Indonesia dijatuhi sanksi larangan berkiprah di laga internasional. Sanksi ini tertuang dalam surat yang ditandatangani Sekjen FIFA Jerome Valcke. FIFA baru akan mencabut sanksi dan memulihkan keanggotaan apabila Indonesia memenuhi empat syarat, diantaranya PSSI harus kembali diberi wewenang mengelola urusannya secara independen.
Dalam keputusannya, FIFA menganggap pemerintah Indonesia melalui Kemenpora telah mencampuri urusan internal PSSI. Walaupun demikian, tim sepak bola Indonesia tetap diizinkan FIFA mengikuti SEA Games Singapura 2015 hingga tuntas. Hukuman ini berlaku bagi PSSI hingga waktu yang tidak ditentukan.

Presiden tidak memasalahkan sanksi

FIFA baru akan mencabut sanksi dan memulihkan keanggotaan apabila Indonesia memenuhi empat syarat, diantaranya PSSI harus kembali diberi wewenang mengelola urusannya secara independen. Menanggapi sanksi FIFA ini, Presiden Joko Widodo mengatakan, tidak menjadi masalah jika Indonesia harus absen dalam laga internasional. Persoalan yang lebih penting, menurut Presiden, adalah membenahi sepakbola nasional untuk menggapai prestasi internasional. Menurutnya, prestasi sepakbola Indonesia selama sepuluh tahun terakhir tidak cukup menggembirakan.

Masa depan tim nasional sepak bola Indonesia dikhawatirkan makin terpuruk setelah FIFA memberikan sanksi berupa larangan berlaga di ajang internasional, kata seorang pengamat. "Peringkat sepak bola Indonesia bakal turun terus, karena kita tidak bisa mengikuti turnamen dunia yang masuk agenda FIFA dan lainnya," kata pengamat sepak bola Andi Bachtiar Yusuf kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (31/05).
Menurutnya, sangat mungkin timnas Indonesia bisa berada di urutan paling bawah setelah sanksi FIFA itu turun. "Karena untuk menggelar uji coba (dengan negara lain) saja bakal susah." Kementerian Pemuda dan olah raga meminta masyarakat tidak perlu meratapi secara berlebihan sanksi FIFA tersebut.

"Sanksi FIFA ini tak perlu diratapi secara berlebihan. Memang kita dihadapkan pada pilihan sulit, karena sementara waktu kita harus prihatin tidak bisa menyaksikan timnas dan klub yang tak bisa berlaga di ajang internasional," demikian rilis resmi Kementerian Pemuda dan olah raga, Minggu (31/05).

Menpora Imam Nahrawi meminta masyarakat tidak perlu meratapi secara berlebihan sanksi FIFA tersebut. Indonesia dijatuhi sanksi larangan berkiprah di laga internasional, karena pemerintah Indonesia -melalui Kemenpora- dianggap telah mencampuri urusan internal PSSI. 

Pertengahan April lalu, Kemenpora memberikan sanksi pembekuan kepengurusan PSSI karena dianggap tidak mentaati hasil rekomendasi Badan Olahraga profesional Indonesia (BOPI). Rekomendasi itu menyatakan, PSSI dilarang menyertakan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya dalam liga sepak bola karena adanya dualisme kepemimpinan.
Dalam perjalanannya, PSSI tetap mengizinkan Arema dan Persebaya bertanding, awal Maret 2015 lalu. FIFA menyatakan, mereka akan mencabut sanksi dan memulihkan keanggotaan PSSI apabila Indonesia memenuhi sejumlah syarat, diantaranya PSSI kembali diberi wewenang untuk mengelola urusannya secara independen. Di sinilah, Kemenpora kemudian menulis surat peringatan pertama dan kedua kepada PSSI, tetapi tidak ditanggapi. Sanksi administrasi pun dikeluarkan berupa pembekuan PSSI.

Upayakan dialog dengan PSSI

FIFA menyatakan, mereka akan mencabut sanksi dan memulihkan keanggotaan PSSI apabila Indonesia memenuhi sejumlah syarat, diantaranya PSSI kembali diberi wewenang untuk mengelola urusannya secara independen. Menurut pengamat sepak bola Andi Bachtiar Yusuf, pernyataan FIFA itu berarti Kemenpora harus mengoreksi surat keputusan pembekuan PSSI pimpinan La Nyalla.

PSSI pimpinan La Nyalla dibekukan oleh Kemenpora karena dianggap tidak mematuhi rekomendasi Badan Olahraga profesional Indonesia (BOPI) yang melarang keikutsertaan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya dalam liga sepak bola. 

"Itu 'kan berarti kepengurusan terakhir PSSI (yang dibekukan Kemenpora) yang tidak diakui itu. Pada akhirnya memang harus kembali ke PSSI," kata Andi Bachtiar.
Di sinilah, menurutnya, Kemenpora tetap perlu melakukan dialog dengan PSSI yang lama. "Kemenpora bisa apa, kalau tanpa PSSI. Mereka mau pakai wasit asing, tetap saja haeus melalui PSSI."

Pengurus sementara PSSI ini nanti bertugas menyelenggarakan Kongres PSSI dan sekaligus menyiapkan turnamen dan kompetisi di Indonesia dengan sistem yang transaparan dan bersih.Staf Khusus Menpora, Zainul Munasichin. Tetapi usulan Andi Bachtiar ini sepertinya tidak ditanggapi positif oleh Kemenpora. .Kementerian Pemuda dan olah raga, menurut staf khusus Menpora, Zainul Munasichin, justru akan membekukan kepengurusan PSSI yang lama pimpinan La Nyalla. Kemenpora juga akan membentuk pengurus sementara PSSI yang nantinya berperan menggelar kongres untuk memilih pengurus PSSI yang baru.

"Pengurus sementara PSSI ini nanti bertugas menyelenggarakan Kongres PSSI dan sekaligus menyiapkan turnamen dan kompetisi di Indonesia dengan sistem yang transaparan dan bersih," kata Zainul Munasichin kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Minggu (31/05).

BBC Indonesia telah mencoba menghubungi sejumlah pimpinan PSSI pimpinan La Nyalla melalui telepon genggamnya, tetapi belum mendapatkan tanggapan balik.

Sanksi FIFA dinilai akan menjadi pukulan telak bagi perkembangan sepakbola di Indonesia. Pemerintah sendiri tetap bergeming dan bersikeras menjalankan kebijakannya membenahi sepakbola nasional. Indonesia menanggapi dingin sanksi yang dijatuhkan FIFA terhadap PSSI. Kendati keputusan tersebut dinilai sebagai "pengalaman pahit", namun "tidak harus diratapi," ujar Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi.

"Kita dihadapkan pada pilihan sulit karena untuk sementara waktu kita harus prihatin, karena tidak bisa menyaksikan tim nasional Indonesia dan beberapa klub kita tidak bisa berlaga di event internasional," tuturnya.

Indonesia dibekukan dari semua aktivitas sepakbola internasional antara lain lantaran "pengambilalihan aktivitas PSSI" pemerintah pusat, tulis FIFA dalam surat keputusannya.

PSSI Versus Pemerintah

Intervensi pemerintah berpusara pada Arema Malang dan Persebaya yang dicoret dari keikutsertaan pada Liga Super Indonesia (ISL) 2015/2016 lantaran dualisme manajemen. Kedua klub dinilai gagal memenuhi kriteria Badan Olahraga Profesional Indonesia yang dibentuk Kemenpora.

Tapi PSSI melayangkan surat kepada FIFA dan mengklaim baik Arema maupun Persebaya sebenarnya sudah memenuhi syarat keikustertaan. Lembaga pimpinan La Nyalla itu pun bersikeras menjalankan ISL dengan Arema dan Persebaya.

"Pengalaman pahit ini memberi pelajaran pada kita semua, bahwa loyalitas pada FIFA harus dilakukan secara proporsional," tandas Nahrawi. Pemerintah mengaku sedang memperjuangkan reformasi di tubuh PSSI dan sepakbola Indonesia.

Kerjasama Demi Solusi

Namun begitu mulai muncul desakan agar pemerintah bersikap lebih pragmatis. "Kita tidak tahu kapan sanksi ini akan berakhir," kata pelatih timnas Pieter Huistra. "Dalam surat FIFA, ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk mengakhiri pembekuan. Jika ini dilakukan, sanksi akan berakhir cepat," ujarnya.

Sejauh ini timnas Indoensia masih diizinkan untuk mengikuti SEA Games di Singapura. Tapi sanksi FIFA misalnya memaksa Persipura Jayapura untuk menarik diri dari Piala AFC.

Buat Huistra sendiri, sanksi FIFA akan menyisakan dampak negatif bagi perkembangan sepakbola di dalam negeri. "Delapan atau sembilan bulan terakhir, PSSI sudah menunjukkan keseriusan dengan mendorong pendidikan pemain muda dan pelatih," ujarnya. "Tahun ini kami mengundang 76 pelatih untuk mengikuti pendidikan A, B dan C. Tapi ini sudah berakhir dan kami tidak lagi bisa mengorganisir pelatihan."

Pria Belanda itu berharap pemerintah dan PSSI mau bekerjasama. "Cuma dengan cara itu masa depan bisa dijamin. Ada banyak yang harus dilakukan," oleh kedua belah pihak.

Jika di tinjau dari sisi hak pemain sepak bola, masih banyak pemain sepak bola Indonesia yang tidak memperoleh hak -  hak mereka hingga berbulan – bulan. Sanksi terhadap Indonesia akan berdampak kerugian besar. Indonesia dipastikan tidak dapat mengikuti turnamen internasional baik timnas maupun klub, kemungkinannya bisa sepanjang satu tahun atau dua tahun, hal itu tergantung daripada keputusan Exco FIFA. Tidak akan ada kompetisi lokal yang diakui FIFA atau otomatis sang juara hanya jago di kandang karena tidak teruji kekuatannya di level internasional. Pemain sepakbola muda Indonesia dengan bakat-bakat luar biasa seolah dikebiri lantaran tak bisa menunjukkan performanya pada turnamen internasional. Sejumlah pemain naturalisasi akan gigit jari karena tahu mereka tak bisa memperkuat timnas Indonesia ke tingkat internasional.

Jika di tinjau dari sisi hak penonton sepak bola, suporter Indonesia tidak lagi bisa bersorak-sorai mendukung timnasnya karena tidak ada pertandingan yang bisa diikuti oleh timnas, seperti Asian Games, Olimpiade, Pra Kualifikasi Piala Asia, Pra Kualifikasi Piala Dunia, Piala AFF, dan lain-lain.

Selasa, 09 Juni 2015

KEMELUT DI GOLKAR



(Tinjauan dari sisi hukum)

Bendahara Umum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie, Bambang Soesatyo, menilai kubu Agung Laksono tak menghormati Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) jika ingin mencabut kesepakatan islah yang telah dibuat. Padahal, JK sudah berupaya keras agar kedua kubu bisa islah agar Golkar bisa ikut pilkada serentak.

"Ini inisiasi Pak JK, kita coba ikuti. Kita hormati Pak JK. Tapi, kalau mereka mau mencabut islah itu, ya terserah saja. Kita enggak pikirin. Tapi, berarti mereka enggak menghormati Pak JK," kata Bambang saat dihubungi, Selasa (9/6/2015).

Hal tersebut disampaikan Bambang menanggapi pernyataan Wasekjen DPP Golkar Samsul Hidayat. Samsul mengaku sudah menemui Agung Laksono untuk meminta agar kesepakatan islah dibatalkan.

Hal itu menyusul adanya serangan orang tidak dikenal ke DPP Golkar. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Golkar, Samsul Hidayat, menemui Agung Laksono pascaserangan orang tak dikenal (OTD) ke kantornya di Jl. Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat (Jakbar), Senin (8/6/2015). Samsul menegaskan, ada dua hal terkait pertemuannya dengan ketua umum (Ketum) Golkar versi munas Ancol tersebut.
"Pertama, kita (DPP) akan mendesak ketum untuk segera tidak menindaklanjuti kesepakatan bersama atau islah terbatas antara AL (Agung Laksono) dan ARB (Aburizal "Ical" Bakrie, ketua umum DPP Golkar versi Munas Bali) yang digagas JK," ujarnya saat dihubungi, Senin (8/6/2015) malam.

Selain itu, Samsul juga menyesalkan aksi OTD yang diduga akan menyerang kantornya, Senin siang. Samsul menduga serangan tersebut dilakukan pihak ARB. Sehingga menurutnya, memang tidak ada upaya untuk islah dari pihak ARB.

"Kami sudah menduga tidak ada itikad baik dari kubu ARB. Terbukti dari serangan kubu Daniel Muttaqin dan Aziz Syamsudin hari ini," paparnya.

Seperti diketahui, massa pimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Indramayu, Daniel Muttaqin Syafiudin mendatangi kantor DPP Golkar, Jakbar, pukul 09.00 WIB.

"Mereka pengen ambil alih kantor (DPP). Tapi pakai orang bayaran dan berpakaian preman. Tapi, berhasil dihalau penduduk yang bahu-membahu mengusir dan mengamankan kelompok tersebut," beber Samsul.

Akibat upaya serangan tersebut, 30 OTD diamankan aparat Polrestro Jakbar karena diduga akan bertindak anarkis ke kantor DPP Golkar, Jakbar. Saat ini puluhan OTD telah diamankan di Mapolrestro Jakbar karena ada beberapa dari mereka yang membawa senjata tajam (sajam). Diduga sajam tersebut sengaja dibawa untuk aksi kriminalitas.

Bambang mengakui pihaknya memang hendak mengambil alih Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat, yang selama ini dikuasai oleh kubu Agung Laksono. Namun, pengambilalihan tersebut tidak akan dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Partai Golkar kubu Agung Laksono menuding, penyerang di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, di Slipi, Jakarta Barat, Senin (8/6/2015) sore, adalah suruhan kubu Aburizal Bakrie. Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung, Ace Hasan, menilai, kubu Aburizal sudah menggunakan cara-cara kotor untuk menguasai DPP.

"Kami sangat menyesalkan sekali tindakan kubu Aburizal Bakrie yang mengirimkan massa bayaran untuk menyerbu DPP Partai Golkar," kata Ace saat dihubungi, Senin (8/6/2015).

Ace menilai, Ketua Komisi III yang juga loyalis Aburizal, Aziz Syamsudin, telah melobi kepolisian untuk membiarkan mereka masuk ke Kantor DPP Golkar di Slipi. Untungnya, kata dia, kepolisian tidak termakan lobi itu dan langsung menahan mereka.

"Massa bayaran ini terbukti membawa senjata tajam sehingga pihak kepolisian menahan mereka. Kami mengapresiasi pihak kepolisian yang bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang membuat keributan," ujar Ace.

Ace menilai, sikap kubu Aburizal ini sudah mencederai kesepakatan islah sementara yang telah dibuat kedua pihak. Kubu Agung tidak konsisten dan justru masih melakukan cara-cara yang mencoreng martabat partai.

"Kalau seperti ini, lebih baik kesepakatan islah ditinjau ulang," ujarnya. Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie balik menuding kubu Agung Laksono terkait sejumlah orang bersenjata yang mencoba menyerang Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, di Slipi, Jakarta Barat, Senin (8/6/2015) sore. 

Bendahara Umum Partai Golkar kubu Aburizal, Bambang Soesatyo, mengatakan, kubu Agung sengaja mengirimkan orang-orang itu untuk menjaga DPP Golkar dari serangan yang sebenarnya tidak pernah ada.

"Kantor itu dipenuhi preman-preman bersenjata yang sudah diamankan pihak kepolisian. Mereka parno, katanya mau diserang. Jadi, pakai preman, gembok kantor Golkar," kata Bambang Soesatyo, saat dihubungi, Senin (8/6/2015).

Bambang menyesalkan sikap kubu Agung itu. Padahal, kata dia, Kantor DPP adalah milik semua kader Partai Golkar, dan semuanya berhak berkunjung ke sana.

"Emangnya itu milik nenek moyangnya, main gembok-gembok dan pakai penjagaan preman sehingga kader partai yang lain tidak bisa masuk," kata dia.

Bambang mengatakan, ia curiga, hal tersebut dilakukan kubu Agung untuk menguasai Kantor DPP Golkar.

"Munas abal-abal kok dipercaya," ujar Bambang.

Aparat Polsek Metro Palmerah dibantu Polres Metro Jakarta Barat mengamankan sekitar 30 orang yang membawa senjata tajam dan berusaha masuk ke Kantor DPP Partai Golkar, Senin (8/6/2015) sore. Puluhan orang itu ditahan kepolisian.

"Dikhawatirkan, orang-orang itu melakukan provokasi. Sebelum sampai di obyek, kami menggeledah. Pas digeledah, ditemukan senjata tajam," ujar Kapolsek Metro Palmerah Kompol Darmawan, saat dihubungi, Senin.


Saat dikonfirmasi mengenai tudingan Ace, Aziz Syamsudin tidak banyak berkomentar. "Ya kita lihat perkembangan saja," ucap Aziz.

Aparat Polsek Metro Palmerah dibantu Polres Metro Jakarta Barat mengamankan sekitar 30 orang yang membawa senjata tajam dan berusaha masuk ke Kantor DPP Partai Golkar, Senin sore. Puluhan orang itu pun ditahan kepolisian.

"Dikhawatirkan, orang-orang itu melakukan provokasi. Sebelum sampai di obyek, kami menggeledah. Pas digeledah, ditemukan senjata tajam," ujar Kapolsek Metro Palmerah Kompol Darmawan, saat dihubungi, Senin. Puluhan orang tak dikenal (OTD) yang diduga hendak menduduki kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat (Jakbar), mengaku dibayar oknum tak bertanggung jawab. Hal tersebut diketahui dari beberapa OTD yang sempat diamankan pihak Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG).

"Sebelum digiring ke kantor polisi, beberapa dari para pelaku mengaku dibayar pihak tertentu. Masing-masing Rp 150.000," ujar Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Golkar Samsul Hidayat, saat dihubungi, Senin (8/6/2015).

Samsul yang berada di lokasi kejadian telah menduga hal tersebut. Pasalnya, saat ditanyakan terkait pihak yang membayar dan tujuan kedatangan mereka, tidak ada yang bisa memberikan keterangan jelas.

"Indikasi orang sewaan itu sudah terdeteksi. Mereka orang-orang profesional. Waktu ditanya, mereka tidak tahu apa-apa, ngaku hanya dikasih uang," kata Samsul.

Secara terpisah, petugas Polrestro Jakbar menerangkan, para pelaku memang mengakui bahwa mereka dibayar untuk berunjuk rasa. Hingga saat ini, polisi masih mengamankan puluhan pengunjuk rasa tersebut yang diduga hendak melakukan penyerangan.

"Mereka mengaku dijanjikan bayaran Rp 150.000 untuk melakukan unjuk rasa di kantor DPP Golkar. Namun, uangnya belum diterima," timpal Wakil Kepala Satuan Reskrim Polrestro Jakbar Komisaris Slamet.

Seperti diketahui, 30 OTD diamankan aparat Polrestro Jakbar karena diduga akan bertindak ricuh ke Kantor DPP Golkar, Jakbar. Beberapa dari pelaku yang diamankan kedapatan membawa senjata tajam dalam aksi tersebut

"Kita akan ambil alih dengan cara-cara yang beradab, bukan dengan cara-cara preman yang mereka pakai," ujar Sekretaris Fraksi Golkar di DPR ini. Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie balik menuding kubu Agung Laksono terkait sejumlah orang bersenjata yang mencoba menyerang Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, di Slipi, Jakarta Barat, Senin (8/6/2015) sore. 

Bendahara Umum Partai Golkar kubu Aburizal, Bambang Soesatyo, mengatakan, kubu Agung sengaja mengirimkan orang-orang itu untuk menjaga DPP Golkar dari serangan yang sebenarnya tidak pernah ada.

"Kantor itu dipenuhi preman-preman bersenjata yang sudah diamankan pihak kepolisian. Mereka parno, katanya mau diserang. Jadi, pakai preman, gembok kantor Golkar," kata Bambang Soesatyo, saat dihubungi, Senin (8/6/2015).

Bambang menyesalkan sikap kubu Agung itu. Padahal, kata dia, Kantor DPP adalah milik semua kader Partai Golkar, dan semuanya berhak berkunjung ke sana.

"Emangnya itu milik nenek moyangnya, main gembok-gembok dan pakai penjagaan preman sehingga kader partai yang lain tidak bisa masuk," kata dia.

Bambang mengatakan, ia curiga, hal tersebut dilakukan kubu Agung untuk menguasai Kantor DPP Golkar.

"Munas abal-abal kok dipercaya," ujar Bambang.

Aparat Polsek Metro Palmerah dibantu Polres Metro Jakarta Barat mengamankan sekitar 30 orang yang membawa senjata tajam dan berusaha masuk ke Kantor DPP Partai Golkar, Senin (8/6/2015) sore. Puluhan orang itu ditahan kepolisian.

"Dikhawatirkan, orang-orang itu melakukan provokasi. Sebelum sampai di obyek, kami menggeledah. Pas digeledah, ditemukan senjata tajam," ujar Kapolsek Metro Palmerah Kompol Darmawan, saat dihubungi, Senin.


Bambang menegaskan, pihaknya yang berhak untuk menduduki Kantor DPP. Sebab, pengadilan sudah mengembalikan Golkar yang sah ke Munas Riau 2009 yang dipimpin Aburizal. Selanjutnya, kata Bambang, pihaknya akan meminta bantuan JK untuk menyadarkan kubu Agung.
"Pasti Pak JK mengetahui keputusan pengadilan jadi tidak boleh lagi memakai atribut Partai Golkar. Saya tidak tahu kenapa mereka ngotot. Mungkin mereka mau menjadikan kantor itu kos-kosan," ujarnya.

Jika di tinjau dari sisi hukum bahwa ada tindakan yang tidak sesuai dengan kesepakatan bersama. Dari kubu AL melakukan tindakan yang tidak sesuai seperti melakukan penjagaan terhadap gedung DPP sehingga para kader tidak dapat memasuki gedung. Bisa dikatakan melanggar hukum atau ketentuan karena selain menjaga gedung DPP, preman-preman bayaran tersebut menggunakan senjata tajam. Seharusnya, setiap kubu dapat berunding dengan damai melalui perantara pak JK. DI bicarakan dengan jelas sehingga kejelasan dan tujuan bersama dapat tercapai tanpa harus berlomba - lomba menguasai wilayah yang belum tentu sesuai dengan ketentuan.