Music

Rabu, 10 Juni 2015

HEBOH BERAS PLASTIK



(Tinjauan dari perlindungan hak asasi rakyat)

Beras plastik diam-diam beredar di pasar tradisional. Informasi mengenai beras sintetis mencuat setelah salah seorang penjual bubur di Bekasi, Dewi Septiani, mengaku membeli beras bersintetis. Dewi mengaku membeli enam liter beras yang diduga bercampur dengan beras plastik. Beras tersebut dia beli di salah satu toko langganannya.

Dewi memang biasa membeli beras dengan jenis yang sama di toko tersebut seharga Rp 8.000 per liter. Keanehan dari beras tersebut dia rasakan setelah mengolahnya menjadi bubur.

Hasil uji laboratorium yang dilakukan Sucofindo membuktikan kebenaran beras plastik, namun hal ini berbeda dengan Penelitian Puslabfor Mabes Polri yang menyebut tidak ada bahan plastik pada sampel beras yang sebelumnya disebut - sebut mengandung beras sintetis. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memastikan, keberadaan beras yang diduga mengandung plastik tidak terbukti kebenarannya. Kepastian tersebut didapatkan setelah uji laboratorium terhadap sampel beras yang diduga mengandung plastik tersebut.

"
Kami simpulkan bahwa beras yang diduga plastik itu tidak ada," ujar Badrodin usai melakukan rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (26/5/2015).

Kesimpulan tersebut didapat setelah pihak kepolisian, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kementerian Perdagangan melakukan uji laboratorium terhadap beras sampel yang saat diuji laboratorium oleh PT Sucofindo terindikasi mengandung beras plastik.

"Kami periksa di laboratorium Forensik Mabes Polri, BPOM, dan Kementerian Perdagangan, hasilnya
negatif. Tidak ada unsur plastik dari hasil lab itu. Tapi kami belum yakin, kemungkinan salah pengambilan sampel. Saya dan Kemendag tanyakan proses pemeriksaan, minta sampel yang tersisa (kepada PT Sucofindo). Kami periksakan lagi dan hasilnya negatif," ucap dia.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, Badrodin meminta agar masyarakat tidak
resah dan tetap melaporkan kepada pihak berwajib bila menemukan sesuatu yang mencurigakan, khususnya bila ada temuan beras yang diduga mengandung plastik tersebut.

"Kesimpulan bahwa beras yang diduga plastik itu tdak ada. Karena itu saya imbau masyarakat agar tidak resah. Namun silakan kalau ada yang dicurigai, lapor ke petugas setempat untuk dimintai pengecekan. Ini perlu disampaikan rekan-rekan, semoga ini bisa beri penjelasan pada masyarakat, supaya lebih tenang," kata dia.

Temuan beras itu bermula dari laporan warga di Bekasi, Jawa Barat, dan informasi melalui media sosial. Jajaran Polsek Bantargebang langsung menelusuri kasus itu dengan melakukan sidak ke Pasar Mutiara Gading, Mustikajaya, Kota Bekasi untuk mengmbil sampel beberapa karung beras untuk dijadikan bahan uji laboratorium.

Berdasarkan hasil uji laboratorium yang diumumkan PT Sucofindo, beras tersebut mengandung 3 bahan kimia berbahaya.

"Kami melakukan uji laboratorium dengan alat yang sensitif dan profesional. Beras ini dibedakan sampel 1 dan 2, secara fisik hampir sama. Hasilnya ada suspect, kandungan yang biasa digunakan untuk membuat bahan plastik," ujar Kepala Bagian Pengujian Laboratorium Sucofindo, Adisam ZN, beberapa waktu lalu.

Adisam mengaku ada senyawa plasticizer penyusun plastik yang ditemukan dalam beras tersebut. Antara lain Benzyl butyl phthalate (BBP), Bis(2-ethylhexyl) phthalate atau DEHP, dan diisononyl phthalate (DIN).

"Senyawa plasticizer ini biasa digunakan untuk melenturkan kabel atau pipa plastik," ujar dia.


Hal ini akhirnya berbuntut dengan dipolisikannya Dewi Septiani, pelapor beras plastik.
Dewi Septiani tidak menyangka langkahnya membeberkan soal temuan beras yang diduga berbahan plastik di Bekasi membuat geger media sosial dan segenap kalangan. Pedagang bubur dan nasi uduk ini beralasan hanya ingin para pembeli dagangannya tidak sakit setelah mengkonsumsi beras plastik itu.

"Saya mohon maaf sebesar - besarnya kalau yang saya temukan jadi diberitakan seperti ini," kata Dewi usai diskusi "Kejahatan Beras Sintetis" di DoubleTree by Hilton Hotel, Cikini, Jakarta, Sabtu (23/5/2015).

Dewi memahami sikapnya melaporkan temuan ini memberikan dampak terhadap sejumlah penjual beras yang berpotensi omsetnya menurun. Namun, ia punya beberapa alasan karena memberikan informasi ke media sosial setelah menemukan kejanggalan saat memasak beras sintetis.

Sebagai seorang ibu, Dewi bertanggung jawab agar anak dan keluarganya tidak mendapatkan risiko jika memakan beras tersebut. "Saya seorang ibu. Saya punya keluarga. Adik saya sudah mencoba, dan dia merasa mules setelah mengkonsumsi itu," ujar perempuan berkerudung itu.

Sebagai penjual bubur ayam dan nasi uduk, menurut Dewi, dirinya sangat tergantung dalam penggunaan beras. "Saya ini juga penjual usaha. Saya tidak bisa membiarkan. Bagaimana nanti pembeli saya kalau mereka tetap konsumsi? Mereka banyak anak sekolah," ujarnya.

Dewi berniat melanjutkan usaha dagangnya jika persoalan beras plastik ini sudah selesai. "Nanti kalau semua ini sudah selesai, mungkin saya akan berjualan lagi," tuturnya.
Isu adanya peredaran beras plastik di Indonesia tentu meresahkan konsumen dan pedagang. Apalagi mengingat mayoritas penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok sehari-hari. Masalahnya, beras plastik ini secara fisik sekilas tak jauh berbeda dengan beras-beras asli di Indonesia. 

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan motif penyebaran beras plastik kemungkinan bukan didasari motif ekonomi. “Kelihatannya bukan motif ekonomi. Kalau jual beras model begitu biayanya gede juga, motifnya apa? Motifnya mengacaukan pangan saja,” kata dia di Bandung, Senin, 25 Mei 2015.

Aher, sapaan Ahmad Heryawan, berharap masalah beras plastik bisa secepatnya tuntas. “Supaya saat Ramadan aman, tidak ada masalah lagi,” kata dia. “Mudah - mudahan gerak cepat. Kejadiannya juga skalanya kecil banget, enggak banyak. Karena motifnya mungkin mengacaukan suasana saja, bukan bisnis,” ujarnya.

Aher menjelaskan beras plastik ini tidak dijual dalam skala besar karena dugaan motif tersebut. “Kalau motifnya bisnis bakal dijual di mana-mana dalam skala besar,” katanya.

Hingga saat ini, ujar Aher, di wilayahnya beras plastik hanya ditemukan di Kota Bekasi. “Polisi sudah bergerak. Ini masalah pangan, masalah sensitif, menyangkut hajat hidup orang banyak, sehingga segera ditangani,” kata dia. “Kami apresiasi penanganannya.”

Menurut dia, pemerintah daerah sudah melakukan langkah pengawasan untuk mengantisipasi penyebaran beras plastik. Aher mengaku sempat khawatir isu ini merebak menjelang Ramadan, yakni saat konsumsi meningkat. Kendati demikian, dia meminta masyarakat agar tidak khawatir. “Jawa Barat secara umum aman. Kejadiannya baru terdeteksi di Bekasi,” kata dia.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Ferry Sofwan Arief mengatakan baru 12 daerah di Jawa Barat yang menuntaskan pemantauan dan pemeriksaan fisik beras yang beredar di pasar tradisional. “Yang positif hanya Kota Bekasi,” kata dia di Bandung, Senin, 25 Mei 2015.

Dua belas daerah itu adalah Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya, Kota Cirebon, Kota Sukabumi, Subang, Karawang, Sumedang, Majalengka, serta Kabupaten Tasikmalaya. Tim gabungan pemerintah daerah setempat dan provinsi sudah mengambil contoh beras yang beredar.

“Selebihnya sudah dilakukan pemantauan fisik dan pengambilan beras di lapangan, masih menunggu hasil laboratorium,” kata dia.

Ferry mengatakan Kementerian Perdagangan juga sudah meminta agar melakukan pemantauan. “Tim Kementerian juga sudah melakukan pengambilan sampel di beberapa daerah dan juga masih menunggu hasil laboratorium,” kata dia.

Ferry berujar pemeriksaan fisik dan pemantauan di lapangan itu untuk melokalisir kemungkinan penyebaran beras plastik sekaligus meredam isunya agar tidak meresahkan masyarakat. “Pantauan ini bagian untuk melokalisasi agar jangan sampai isu ini menyebar ke mana-mana, malah meresahkan,” kata dia.

Oleh karena itu, nampaknya masyarakat harus ekstra waspada dan hati-hati dalam memilih beras untuk dikonsumsi. Pasalnya, beras palsu buatan China sudah mulai beredar di pasaran. Keterangan dari media Singapura, China sedang memproduksi beras palsu. Beras palsu ini sedang didistribusikan di kota China Taiyuan, di Provinsi Shaanxi. Bahkan diindikasikan beras-beras tersebut juga diekspor.

Menurut Tjahjo, peredaran beras plastik sudah termasuk katagori perbuatan makar kepada negara. Ini karena sama saja merusak masyarakat dengan mengonsumsi beras plastik yang berbahaya. Niatnya tidak sekadar cari untung semata pasti ada agenda terselubung menghancurkan bangsa dan menjatuhkan pemerintah sah yang melindungi masyarakat.

Jika di tinjau dari perlindungan hak asasi rakyat, beras plastik dapat merugikan kesehatan masyarakat. Untuk menghentikan peredaran barang yang tidak layak dikonsumsi itu, wakil rakyat, pemerintah daerah, dan Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) bereaksi melakukan berbagai langkah pencegahan dan perlindungan kepada masyarakat. Pemerintah daerah setempat bersama aparat kepolisian melakukan tindakan pencegahan beredarnya beras plastik di wilayah ini. Tindakan pencegahan, seperti melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar - pasar dan gudang milik agen beras serta menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam jaringan peredaran barang yang merugikan konsumen itu. Segera menurunkan tim untuk menyelidiki apakah beras plastik sudah masuk pasar di daerah ini atau belum, kemudian melakukan berbagai langkah pencegahan. Tim yang beranggotakan dari petugas Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk memantau dan menyelidiki peredaran beras yang ada di pasar-pasar tradisional dan gudang beras milik pedagang. Jika tim menemukan beras plastik di pasar dan gudang milik pedagang, kata dia, akan dilakukan tindakan pengamanan agar tidak beredar dan dikonsumsi masyarakat serta pedagangnya akan diproses sesuai dengan hukum dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar